Perebutan Hegemoni bangsa Eropa Ke Indonesia
1.
Masa Pemerintah
Republik Bataaf (1800-1811)
A. Pemerintahan
Daendels (1808-1811)
Herman
Willem Daendels merupakan gubernur jendral pertama Belanda di Hindia Belanda.
Daendels di tunjuk oleh Louis Napoleon sebagai gubernur jendral pada tahun
1808. Ia bertugas menjalankan kekuasaan dan pemerintahan Kerajaan Belanda di
Hindia Belanda. Herman Willem Daendels merupakan salah satu patriot Belanda
yang sangat terpengaruh semangat Revolusi Prancis. Kebijakan-kebijakan Daendels
selama di Hindia Belanda mencakup bidang-bidang berikut.
1.
Bidang Pertahanan dan Keamanan
a.
Membangun benteng-benteng pertahanan baru.
b.
Membangun pelabuhan militer (pangkalan
Angkatan Laut) di Ujung Kulon, Merak, dan Surabaya.
c.
Memperbanyak jumlah pasukan perang.
d.
Membangun jalan raya dari Anyer-Panarukan
sepanjang 1.100 km yang di kenal dengan nama Groote Post-weg atau jalan raya
Pos Daendels.
e.
Membangun kembali armada pertahanan di
Surabaya dan Batavia.
2.
Bidang Politik dan Pemerintahan
a.
Membentuk secretariat Negara untuk membereskan
masalah administrasi.
b.
Membentuk kantor pengadilan di Batavia dan
Surabaya.
c.
Memindahkan pusat pemerintahan dari Batavia ke
Weltevreden.
d.
Mengganti raja-raja yang di anggap menghalangi
kepentingan Belanda dan mengangkat raja-raja baru yang sesuai dengan keinginan
Belanda, misalnya di Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
e.
Merombak sistem feudal dan menggantinya dengan
sistem pemerintahan Barat modern.
f.
Mengangkat penguasa daerah sebagai pegawai
pemerintahan colonial.
3.
Bidang Peradilan
a.
Membagi tiga jenis peradilan, yaitu peradilan
untuk orang-orang Belanda dan Eropa; peradilan untuk orang-orang Timur Asing;
serta peradilan untuk orang-orang pribumi.
b.
Membuat peraturan untuk pemberantasan korupsi.
4.
Bidang Ekonomi
a.
Mengeluarkan uang kertas.
b.
Membentuk Dewan Pengawas Keuangan.
c.
Menjual tanah-tanah kepda pihak swasta atau
partikelir (Tionghoa/Arab).
d.
Melakukan pemungutan pajak-pajak swasta.
e.
Menerapkan penyerahan wajib berupa hasil bumi.
B.
Pemerintahan Janssens (1811)
Setelah Daendels ditarik dari
jabatannya, Louis Napoleon menunjuk Jan Willem Janssens. Jassens pernah
menjabat sebagai gubernur jendral di wilayah Tanjung Harapan pada tahun
1802-1806.
Pada 28 Agustus 1811 Inggris
berhasil menduduki Batavia. Janssens melarikan diri ke Semarang tetapi akhirnya
menyerah pada Inggris. Pengakuan kekalahan Belanda kepada Inggris ini terjadi
di Tuntang,Salatiga, pada tanggal 18 September 1811 yang ditandai dengan
penandatanganan Kapitulasi Tuntang. Isi Kapitulasi Tuntang sebagai berikut.
1.
Pulau Jawa dan sekitarnya yang dikuasai
Belanda diserahkan kepada Inggris.
2.
Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris.
3.
Orang-orang Belanda dapat di pekerjakan dalam
pemerintahan Inggris.
2. Perkembangan Kolonialisme Inggris di Indonesia
(1811-1816)
Inggris mulai menduduki Indonesia sejak keberhasilannya
mengalahkan pasukan Gubernur Jendral Jassens pada 1811. Setelah berhasil
mengalahkan Belanda, Gubernur Jendral EIC wilayah Asia yang berkedudukan di
Kalkuta,India,Lord Minto, menunjuk Thomas Stamford Raffles sebagai letnan
gubernur untuk menjalankan pemerintah di Indonesia.
Sebagai tokoh dari golongan liberal
Raffles menginginkan adanya perubahan dalam berbagai bidang. Perubahan tersebut
diwujudkan Raffles melalui kebijakan berikut.
1.
Bidang Pemerintahan
a.
Menjalin hubungan baik dengan penguasa-penguasa
local yang anti terhadap Belanda
b.
Membagi Pulau Jawa menjadi delapan belas
keresidenan.
c.
Mengangkat para Bupati sebagai pegawai
pemerintah sehingga mereka mendapat gaji dalam bentuk uang.
2.
Bidang Ekonomi
a.
Memberlakukan sistem sewa tanah (landrente).
b.
Menghapus segala bentuk penyerahan wajib hasil
bumi.
c.
Menghapus sistem kerja rodi dan perbudakan.
d.
Melaksanakan monopoli
e.
Menetapkan desa sebagai unit administrasi
pemerintahan.
f.
Menjual tanah kepada pihak swasta dan
melanjutkan usaha penanaman kopi.
g.
Memberi kebebasan dalam usaha perdagangan
dengan member kesempatan rakyat untuk menanam tanaman-tanaman yang laku dipasar
internasional.
Saat
menduduki Indonesia pemerintahan Raffles mampu
melakukan hal-hal positif bagi bangsa Indonesia. Hal-hal yang dilakukan
Raffles di Indonesia sebagai berikut.
a.
Menulis buku sejarah Pulau Jawa berjudul The
History of Java.
b.
Istri Raffles yang bernama Olivia Marianne
merintis Kebun Raya Bogor.
c.
Berperan dalam perkumpulan kebudayaan dan ilmu
pengetahuan.
d.
Menemukan tanaman endemic Indonesia, Rafflesia
Arnoldi (bunga bangkai).
e.
Mengangkat kembali Sultan Sepuh sebagai Sultan
Yogyakarta.
3.
Masa Pemerintahan Kolonial Belanda
(1816-1942)
A. Kekuasaan Komisaris Jendral
Kekuasaan
Belanda di Indonesia pada periode tersebut dijalankan oleh Komisaris Jendral.
Pembentukan Komisaris Jendral dilakukan atas saran dari Pangeran Willem VI.
Komisaris Jendral terdiri atas tiga orang, yaitu Cornelis Theodorus Elout,
Alexander Gerard Philip Baron van der Capellen, dan Arnold Ardiaan Buyskes.
Pada masa pemerintahan komisaris jendral ini nama Nederlandsch Oost Indie
menjadi Nederlandsch Indie atau Hindia Belanda. Tugas pokok komisaris jendral
adalah membangun daerah koloni untuk memberikan keuntungan bagi negri Belanda.
Ketiga pemimpin komisaris jendral mulai menjalankan tugasnya pada tanggal 27
April 1816.
B. Sistem Tanam Paksa
1. Latar Belakang Kebijakan Tanam Paksa
Penerapan
kebijakan tanam paksa tidak terlepas dari kegagalan pelaksanaan sistem sewa
tanah pada masa pemerintahan komisaris jendral. Kegagalan tersebut mendorong
Johannes van den Bosch mencetuskan ide tanam paksa untuk menyelamatkan Belanda
dari kebangkrutan. Gubernur Jendral Johannes van den Bosch memusatkan kebijakan
tanam paksa pada peningkatan produksi tanaman yang laku dipasar internasional.
Tujuan sistem tanam paksa adalah mendapatkan komoditas-komoditas ekspor yang
laku dipasaran dunia.
2.
Ketentuan
Tanam Paksa
Tanam paksa
dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Staatsblad Nomor
22 Tahun 1834. Ketentuan tanam paksa sebagai berikut.
a.
Tanah
yang di serahkan kepada pemerintah bebas pajak.
b.
Pekerjaan
menanam tidak boleh melebihi waktu menanam padi.
c.
Hasil
tanaman wajib harus diserahkan kepada pemerintah Belanda.
d.
Kegagalan
panen karena bencana alam ditanggung pemerintah Belanda.
e.
Penggarapan
tanah untuk tanaman wajib diawasi oleh kepala pribumi atau pegawai Belanda.
3.
Pelaksanaan
Tanam Paksa
Dalam pelaksaaan
tanam paksa pemerintah colonial Belanda juga memberikan persenan bagi penguasa
pribumi yang mampu menyetorkan hasil lebih banyak dari ketentuan. Akan tetapi,
dalam pelaksanaanya sistem tanam paksa mengalami banyak penyimpangan.
Sistem
tanam paksa menyebabkan terjadinya penderitaan rakyat. Para petani hidup dalam
kemiskinan dan kelaparan. Sistem tanam paksa memberikan keuntungan melimpah
bagi pemerintah Kolonial Belanda. Keadaan ini terbukti ketika pada tahun
1832-1867 jumlah keuntungan yang di peroleh pemerintah Belanda mencapai angka
sekira 967 juta gulden, jumlah yang cukup besar pada masa itu.
4.
Kritik
terhadap Pelaksanaan Tanam Paksa
Pelaksanaan
tanam paksa tidak dapat dilepaskan dari berbagai kritikan. Beberapa tokoh
seperti Douwes Dekker, Baron van Hoevel, dan Fransen van der Putte mengutarakan
kritik kepada pemerintah Belanda. Douwes Dekker menyampaikan kritik melalui
bukunya yang berjudul Max Havelaar, Fransen van der Putte mengkritik melalui
buku Suiker Contracten, dan Baron van Hoevel menyampaikan langsung melalui
pidato-pidatonya di depan parlemen Belanda.
C.
Politik
Liberal (Sistem Usaha Swasta)
Golongan
liberal Belanda menganggap bahwa cultuurstelsel merupakan sistem tanam wajib
yang sangat memberatkan rakyat. Golongan liberal juga menuntut pemerintah agat
bertindak sebagai pengawas, pelindung, dan penyedia fasilitas bagi para penanam
modal.
Pada
perkembanganya politik liberal di Indonesia disebut Politik Pintu Terbuka (Open
Door Policy). Disebut Politik Pintu Terbuka karena ditandai dengan adanya
kebebasan usaha berupa penanaman modal swasta dibidang perkebunan dan
pertambangan.
Sistem
ekonomi liberal tidak lebih baik dari sistem tanam paksa karena tidak dapat
membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Pada masa tanam paksa rakyat hanya
ditekan dari dua pihak, yaitu pemerintah dan swasta. Penekanan dari dua pihak
ini menimbulkan penderitaan rakyat lebih besar.
D.
Perkembangan
Agama Kristen dan Katolik
Agama
Katolik di Indonesia dibawa oleh bangsa Portugis. Portugis menyebarkan agama
Katolik di Maluku. Selain bangsa Portugis, bangsa Spanyol berperan dalam
penyebaran agama Katolik di Kepulauan Maluku. Seorang misionaris Spanyol
bernama St.Fransiscus Xaverius (1506-1552) mengunjungi Ambon, Ternate, dan
Halmahera antara tahun 1546 hingga 1547. Diperkirakan pada tahun 1560-an
terdapat 10.000 pemeluk agama Katolik di Kepulauan Maluku. Pada tahun 1590-an
jumlah tersebut meningkat sekira 50.000 hingga 60.000 orang.
Sementara
itu, bangsa Belanda menyebarkan agama Kristen Protestan di Indonesia.
Penyebaran agama Kristen Protestan dilakukan diluar kegiatan. Misionaris
Kristen Protestan memusatkan aktivitas penyebaran agamanya ke daerah-daerah
pedalaman yang belum tentu Islam. Tokoh penyebar agama Kristen Protestan adalah
misionaris Jerman bernama Ludwig I.Nommensen. Ia berhasil melakukan
Kristenisasi di Sumatra Utara.
Agama
Kristen juga berkembang di Pulau Jawa. Perkembangan agama Kristen di Pulau Jawa
ini ditandai dengan terjadinya sinkretisme (praktik percampuran agama Kristen
dengan kepercayaan local). Tokoh yang menyebarkan sinkretisme agama Kristen
antara lain C.Coolen, Kiai Tanggul Wulung, dan Kiai Sadrach.